Advertisement

~from data to wisdom~

Kapitalisme yang Tertuduh?

Syamsu Alam *) 

Saat Pandemi ada yang meramalkan Pandemi Meruntuhkan Kapitalisme? Akhir-akhir ini, dimasa pandemi, banyak orang panik. Jika panik, tindakan biasanya tidak terukur dan cenderung irasional. Penolakan penguburan mayat (diduga Covidnya bisa menyebar) oleh warga. Opini bahwa, kita tidak akan tertular Korona karena kita suci dengan berwudhu, karena kita makan nasi kucing, dan sejumlah opini lucu tapi tak menghibur. Masifnya anggaran yang dialokasikan Pemerintah untuk mengatasi krisis Covid-19, yakni Rp 803,59 triliun.   

Program jaring pengaman sosial untuk masyarakat miskin dan rentan miskin di kota dan desa  dianggarkan senilai total Rp482,5 triliun. Jumlah ini terdiri dari Rp 372,5 triliun yang telah dialokasikan dalam APBN 2020 dan Rp 110 triliun anggaran hasil realokasi program lain. Pemerintah juga merencanakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan anggaran Rp 318,09 triliun. Dari dana itu, sekitar Rp 152,1 triliun akan disuntikkan ke badan usaha milik negara (BUMN) melalui penyertaan modal negara. Webinar atau web seminar bisa menjadi berkah atau petaka.    


Seminar yang dilakukan oleh melalui situs web atau aplikasi berbasis internet. Berkah bagi provider dan penyedia layanan, petaka bagi yang papa kuota. Ia menjadi media alternatif yang tiba-tiba massif, hingga pendiri aplikasinya tertentu dikabarkan menjadi kaya raya karena pandemi Korona.

Dua Sisi

Setiap hal selalu membawa dua sisi. Untung atau buntung. Maraknya publikasi dari para pegiat kajian sosialisme dan marxisme yang mengatakan bahwa Kapitalisme akan runtuh karena Pandemi Korona. Zlavoj Zizek salah satunya yang paling lincah dan pede mempublikasi gagasannya dalam Panic Pandemi. Beliau secara mengemukakan bahwa kehidupan pasca Korona adalah Komunisme atau barbarisme.


Pengikut sayap kiri dalam dan luar negeri pun seolah bangkit menyokong ide keruntuhan kapitalisme karena Pandemi. Mereka memberi mahkota pada komunisme atau memberi karpet merah pada sosialisme. Benarkah Kapitalisme bisa runtuh semudah itu? Atau jangan-jangan Kapitalisme memang belum pernah tegak?


Kapitalisme sebagaimana komunisme paling banyak diartikan secara serampangan. Kapitalisme yang bertumpu di atas pondasi Individualisme, semangat kompetisi, dan kebebasan. Atau ia adalah ideologi yang konsen terwujudnya Laissez Faire yang origin. Jadi jika kita masih menemukan Bank Sentral yang jumawa mengatur pasar uang atau peredaran uang dan tidak transparan. Negara masih monopoli usaha dengan peraturan yang tidak adil dan kompetitif dalam dunia usaha, karena memberikan hak istimewa pada BUMN (state own enterprises), is not capitalism.


Apalagi sampai  melabeli suatu negara sebbagai Negara Kapitalis. Ini seperti berhasrat menyatukan air dan minyak. Kapitalisme menghendaki peran negara seminimal mungkin, seperti pada bidang barang publik, eksternalitas, termasuk peran dalam mengatasi Pandemi Korona. Lalu, apakah karena peran negara yang dominan dalam menangani Pandemi. Menurunnya produksi karena pabrik yang tidak beroperasi, dengan mudah diklaim sebagi runtuhnya Kapitalisme. Lagian, kapankah Kapitalisme pernah tegak?


Tuduhan resesi 1930-an, krisis 2008 akan dialamatkan pada kegagalan Kapitalisme sebagai mazhab pro pasar bebas. Von Mises dan pengikutnya sebagai pembela kaum kapitalis justeru mengemukakan bahwa krisis yang terjadi karena ulah pemerintah yang terlalu mengintervensi pasar dan pelaku ekonomi yang tidak rasional dan kurang sabar. Bagaimana mungkin Kapitalisme bisa tegak dalam kontrol pemerintahan global (seperti World Bank dan IMF), dan pemerintahan domestik (Nasional) yang alih-alih mewujudkan pasar yang efisien, mereka malah kerap menyebabkan pasar tidak berjalan dengan efisien.

Titik Temu

Zizek mendefinisikan Kapitalisme yang juga diamini oleh Jamaah Von Mises.

If there ever was a system which enchanted its subjects with dreams (of freedom, of how your success depends on yourself, of luck around the corner, of unconstrained pleasures), it is capitalism. _Slavoj Žižek dalam it's the Political Economy, Stupid!" (2009).

Kapitalisme adalah spirit sederhana, kebebasan individu, kebebasan memilih, kompetisi, dan kepentingan diri. Kapitalisme adalah penemuan diri sebagai subjek yang memahami segala tindakannya yang rasional. Dalam tindakan rasional, ada dasar, cara, dan tujuan yang koheren dan konsisten. 


Pandemi ini justru meneguhkan perang seteru abadi antara kebebasan individu versus kontrol total pada setiap individu oleh Government. Kebebasan untuk tidak menyakiti atau mengganggu kebebasan individu yang lain (atau individu tidak menjadi penyebar virus pada yang lain). Anda berdiri pada posisi yang mana? Waspadalah, pada yang merekomendasikan kalau pandemi adalah kebangkitan sosialisme atau komunisme. Boleh jadi, itu adalah propaganda menuju perbudakan. 


Jadi pada titik dimana Kapitalisme bisa berdamai dengan pemerintah (global dan domestik). Sangat sederhana, yaitu pemerintahan yang bisa dipercaya, dan mengekapose fraud. Mungkin suatu saat, kita lebih membutuhkan konsensus dan menjunjung tinggi konsensus tersebut, daripada hidup di bawah rezim pemerintahan yang tidak bisa dipercaya dan penuh spekulasi.


======NOTE=====


The scholarly literature refers variously to agrarian capitalism, industrial capitalism, financial capitalism, monopoly capitalism, state capitalism, crony capitalism, and even creative capitalism. 


Whatever the specific variety of capitalism denoted by these phrases, however, the connotation is nearly always negative. This is because the word “capitalism” was invented and then deployed by the critics of capitalists during the first global economy that clearly arose after 1848 and the spread of  capitalism worldwide up to 1914.

In trying to define capitalism, one faces an “embarrassment of riches” because there are so many definitions. Grassby (1999, p. 1)2 refers to Richard Passow who reports that 111 definitions of capitalism existed as early as 1918 .Four elements, however, are common in each variant of capitalism, what- ever the specific emphasis:

  1. Private property rights;

  2. Contracts enforceable by third parties;

  3. Markets with responsive prices; and

  4. Supportive governments. 


“capitalism” must also be considered as a system within which markets operate effectively to create price signals that can be observed and responded to effectively by everyone concerned – consumers, producers, and regulators.


The effectiveness of the market-driven capitalist system depends upon the incentives its institutions create for all concerned, as well as the openness it provides to enable participants in the system to respond to incentives. Douglass C. North defines institutions as: the rules of the game of a society and in consequence [they] provide the framework of incentives that shape economic, political, and social organizations. Institutions are composed of formal rules (laws, constitutions, rules), informal constraints (conventions, codes of conduct, norms of behavior), and the effectiveness of their enforcement. Enforcement is carried out by third parties (law enforcement, social ostracism), by second parties (retaliation), or by the first party (self-imposed codes of conduct). Institutions affect economic performance by determining, together with the technology employed, the transaction and transformation (production) costs that make up the total costs of production. (North 1997: 6)  Capitalism, therefore, can be defined usefully as a complex and adaptive economic system operating within broader social, political, and cultural systems that are essentially supportive. 


Kapitalisme sesungguhnya bukanlah sebuah “sistem”; dia lawan dari segala rencana yang digagas dari atas. Kapitalisme adalah kebebasan bagi individu-individu yang normal untuk membuat keputusan dan menentukan pilihan mereka sendiri. Dimanapun dan bilamanapun orang-orang miskin memiliki hak untuk memiliki, bekerja, berniaga, mengakses modal, dan memulai usaha, mereka akan mampu menciptakan kekayaan dan peluang-peluang yang fantastis.


Menurut Rosa, peradaban Yunani kuno juga bermula dari komunitas-komunitas komunistik semacam itu dan berakhir dengan perbudakan. Perbedaan antara formasi sosial perbudakan Yunani kuno dan feodalisme Abad Pertengahan Eropa terletak pada fakta bahwa perkembangan yang pertama berjalan ke “jalan buntu, sementara Abad Pertengahan menjadi landasan dan titik beragkat bagi perkembangan kapitalis”

INPUT - PROSES - TUJUAN (OUTPUT, OUTCOME IMPACT)

  • Manusia (individu/kolektif) : indera, akal, qalbu
  • Proses (humanis/mesin/non humanis) : Pasar or Govt, pasar+govt
  • Tujuan Jangka Pendek/panjang/akhirat. Kesejahteraan/kebahagiaan

Kapitalisme, bad or good?

Tujuan pendidikan yaitu untuk menumbuhkan pola kepribadian manusia yang  bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan dan indra.  Pendidikan ini harus melayani pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya, baik  aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, maupun bahasanya.

Menurut ahli sejarah perbudakan mulai ada sejak pengembangan pertanian sekitar 10.000 tahun lalu, para budak terdiri dari para penjahat atau orang-orang yang tidak dapat membayar hutang dan kelompok yang kalah perang, dan pertama kali ada perbudakan adalah di daerah Mesopotamia yaitu wilayah Sumeria, Babilonia, Asiria, Chaldea, yaitu kota –kota yang perekonomiannya dilandaskan pada pertanian. Pada masa itu orang berpendapat bahwa perbudakan merupakan keadaan alam yang wajar, yang dapat terjadi terhadap siapapun dan kapanpun. Berbagai cara ditempuh seperti menaklukan bangsa lain lalu menjadikan mereka sebagai budak, atau membeli dari para pedagang budak. Perbudakan dikenal hampir dalam semua peradaban dan masyarakat kuno, termasuk Sumeria, Mesir Kuno, Tiongkok Kuno, Imperium Akkad, Asiria, India Kuno, Yunani Kuno, Kekaisaran Romawi, Khilafah Islam, orang Ibrani di Palestina dan masyarakat-masyarakat sebelum Columbus di Amerika.
Di Mesir kuno kaum budak adalah tenaga kerja dalam pembangunan piramid, kuil dan istana Fir’aun, sedangkan di Cina kuno perbudakan terjadi karena kemiskinan. Perbudakan lainnya terjadi karena hutang, hukuman atas kejahatan, tawanan perang, penelantaran anak, dan lahirnya anak dari rahim seorang budak.

Di Yunani kuno tidak ada filosof yang me- nganjurkan untuk memerdekakan budak, mereka hanya membagi manusia ke dalam dua bagian; mereka yang terlahir merdeka dan yang terlahir untuk menjadi budak orang merdeka bekerja dengan otak, mengurus administrasi dan menempati kedudukan penting, sedangkan budak bekerja dengan badan dan mengabdi pada orang merdeka. Plato dalam bukunya ‘Republik’ mengatakan bahwa kaum budak tidak berhak atas kewarganegaraan, mereka harus tunduk serta taat kepada tuan-tuan pemilik mereka.

Aristoteles berpendapat bahwa warga negara adalah manusia merdeka. Bangsa Romawi melanjutkan tradisi Yunani dengan memperlakukan bangsa yang kalah perang sebagai bangsa yang inferior dan sang pemenang dapat melakukan apa saja terhadap mereka, termasuk mengirim ke arena Gladiator sebagai hiburan. Para pedagang budak selalu mengikuti gerakan pasukan Rowawi, bukan untuk berperang melainkan untuk membeli tawanan perang.

Baca Artikel lainnya yang relevan dengan Kapitalisme dan pendidikan yang ada di Alamyin.com
Referensi Bacaan

  1. Membela Kapitalisme link

  2. Membela Kebebasan_Percakapan tentang Demokrasi Liberal

  3. Transisi dari Feodalisme ke Kapitalism, Rosa Luxemburg.

  4. Tor Advanced Training 2008

  5. Metamorfosis Kapitalisme

  6. Berhala Globalisme

  7. NEOLIBERALISME DI INDONESIA

  8. Pendidikan Rusak rusakan

  9. Telaah Pendidikan Ki Hadjar

  10. Politik Pendidikan

  11. Sekolah itu Candu

  12. Model-model Pembelajarn di Sekolah

  13. Murtadha, Sekolah Ilahi

  14. Suplemen

======